BAB
I
INTUISI
DAN VERIFIKASI
1. Guru
Di
dalam masyarakat, dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju, guru
memegang peranan penting. Hampir tanpa kecuali, guru merupakan satu diantara
pembentuk-pembentuk utama calon warga masyarakat. Banyak masyarakat yang
mengakui pentingnya peranan guru itu dengan cara yang lebih konkret daripada
masyarakat yang lain.namun, masih ada masyarakat yang menyangsikan besarnya
tanggung jawab seorang guru,termasuk pula masyarakat yang sering menggaji guru
lebih rendah daripada yang diinginkan.selain itu juga kesadaran umum akan
besarnya tanggung jawab seorang guru itu belumlah terwujud dalam usaha mereka
untuk mengajar dengan pertimbangan-pertimbangan yang seksama.
Tidaklah
mengherankan jika pengetahuan para guru tentang proses intruksional relatif
masih kurang. Sebagian besar telah dilatih dengan cara-cara yang mendekati
mistik.selain itu juga pengalaman praktek mengajar biasanya tidak menolong
sicalon guru mempelajari bagaimana mengajar. Ini berbeda dengan yang telah
menjadi keyakinan kuat dari banyak pengamat. Sebenarnya si calon guru hanya
belajar tentang bagaimana “ menghabiskan jatah waktunya”. Ia menyukai
pengalaman itu sebab ia merasa memperoleh beberapa keterampilan mengajar yang
diwajibkan. Tetapi yang sering dipelajari oleh si calon guru hanyalah kemampuan
membeo si guru pembimbing. Karena untuk ukuran menilai guru praktek biasanya
tidak tegas, maka seorang guru praktek yang bijaksana sering memilih untuk
meniru saja gaya dan cara dari guru pembimbingnya.
Telah
puluhsn tahun kita memberikan keterampilan-keterampilan mengajar melalui proses
yang lebih menyerupai “penyembuhan magis”. Guru-guru yang sensitif dapat
memperbaiki keterampilan mereka berkat pengalaman mereka yang terkumpul selama
bertahun-tahun, tetapi sayang sekali, banyak yang lain,yang hanya mengulang-
ulang apa yang dilakukan pada tahun pertama. Mereka sama sekali tidak memetik
manfaat apapun dari padanya.
2. Guru
yang Berbakat dan yang Profesional
Tidak
setiap guru membutuhkan pertolongan. Benar jugalah pernyataan bahwa “ Guru itu
dilahirkan,bukan dibentuk”. Beberapa orang memang benar-benar dilahirkan
sebagai guru. Mereka itu adalah orang – orang yang tidak pernah memikirkan
bagaimana caranya mengajar,meskipun demikian mereka itu guru – guru yang sangat
baik hampir menurut ukuran apa pun.
Ada
juga orang – orang yang tidak akan pernah menjadi guru yang
terampil,bagaimanapun banyaknya perhatian yang mereka curahkan guna memperbaiki
diri. Ada kemungkinan mereka itu
memiliki ciri – ciri pribadi atau sifat –sifat intelektual yang bertolak
belakang dengan pengajaran yang baik.
Namun
demikian bagi sebagian tersebar orang yang berminat menjadi guru yang efektif,
kini telah tersedia metode – metode yang benar –benar dapat meningkatkan
keterampilan mengajar. Ada cara memandang pengajaran yang memungkinkan guru
meningkatkan kualitas keputusan intelektual tentang kegiatan instruksionalnya.
3. Perlunya
Suatu Model Instruksional yang Sederhana
Mengajar
merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Meskipun pelaksanaan pengajaran itu
rumit sekali,masih banyak diadakan perbaikan – perbaikan terhadapnya dengan
menggunakan model – model instruksional yang sangat sederhana. Yang patut
disayangkan ialah bahwa guru – guru tidak menerapkan pengertian – pengertian
yang kini kita miliki itu secara efisien.
Memang
benar mengajar selalu merupakan kegiatan yang erat sekali sangkut – pautnya
dengan kepribadian si guru dan seharusnya juga bersifat efektif, serta
menyenagkan. Telaah terhadap suatu model instruksional yang efisien,dan
implikasinya bagi pengambilan keputusan intelektual oleh guru – guru akan
merupakan bagian selanjutnya.
BAB II
MODEL INSTRUKSIONAL YANG BERACUAN TUJUAN
Bahaya
dari pertanyaan, “ Apakah yang akan saya lakukan ?” ialah bahwa dengan demikian
perhatian guru terarah pada hal – hal yang keliru. Bagi guru baru mungkin
pilihannya didasarkan pada satu – satunya alasan, yaitu untuk mengisi waktu.
Pada umumnya guru baru takut kehabisan bahan. Akibatnya mereka mencari kegiatan apa saja yang “ tampaknya
instruksional” untuk mengisi waktu. Tahun berikutnya ia pun punya alasan untuk
mengulangi kegiatan – kegiatan tersebut, karena telah melakukan sebelumnya, ia
lupa bahwa kegiatan yang mula – mula dipilihnya itu hanya sebagai pengisi waktu
, jadi sebenarnya tidak mempunyai dasar lain, kecuali bahwa dahulu pernah
dilakukannya.
1. Efektivits
Pengajaran
Telah
sejak dahulu para pendidik mencari suatu batas yang jelas tentang kompetensi
mengajar. Bertahun – tahun para peneliti dan ahli pendidikan berusaha memiliki suatu
konsepsi yang memuaskan tentang “guru yang efektif” . Pada umumnya cara mendekatinya masih terlalu simplitis.
Sudah ada usaha untuk mengenali seorang guru yang baik, lewat sifat – sifat
tertentu yang ia miliki, atau lewat prosedur – prosedur yang ia pergunakan di
kelas. Tetapi ternyata, baru- baru ini,
bahwa suatu totalitas sifat – sifat umum “ guru yang efektif” itu tidak ada.
Lebih tepat efektivitas pengajaran itu seharusnya ditinjau dari hubungannya
dengan guru tertentu yang mengajar kelompok siswa tertentu, didalam situasi
tertentu dalam usahanya mencapai tujuan – tujuan instruksional tertentu.
2. Model
Instrruksional yang Beracuan prosedur
Banyak
penelitian pendidikan yang menelaah masalah kompetensi mengajar ini terutama
berdasarkan prosedur – prosedur yang dipergunakan guru dalam mengajar kelasnya.
Pada tahun – tahun terakhir ini telah dikembangkan prosedur observasi yang
rumit sekali terhadap apa yang sedang berlangsung di kelas. Setiap beberapa
detik pengamat diharapkan mencatat “berapa lama guru berbicara” atau “berapa
lama siswa berbicar”, jumlah jawaban yang “positif” atau “negatif” dari siswa,
dan seterusnya. Tentu saja kita dapat meramalkan dengan pasti bahwa dalam
beberapa tahun lagi akan ada alat observasi yang memaksa seseorang pengamat mencatat
beberapa dosin hasil observasi dalam beberapa mili – detik .
Kelemahan
dari semua usaha untuk memberikan batasan pengertian guru yang baik tersebut
adalah bahwa usaha – usaha itu dilandasi konsepsi yang tidak dapat membuat
efektivitas pengajaran. Kalau pun pernah, jarang diperhatikan soal yang
penting, yaitu apa yang terjadi pada diri siswa sebagai konsekuensi dari
prosedur – prosedur yang dipergunakan dikelas, padahal ini merupakan soal yang
sangat menentukan. Satu – satunya alasan bagi seorang guru berada dikelas ialah
untuk mengubah perilaku siswanya. Maka dari itu, pengajaran yang efektif
seharusnya didefenisikan sebagai kesanggupan menimbulakan : perubahan –
perubahan yang diinginkan pada kemampuan dan persepsi siswa.
Seperti
telah ditunjukkan di muka, hakikat pengajaran adalah sedemikian khusus sehingga
prosedur yang berhasil secara gemilang bagi seorang guru, mungkin gagal bagi
guru yang lain. Bebrapa guru mungkin mahir sekali memimpin diskusi, tetapi bagi
siswa – siswa tertentu dan tujuan – tujuan tertentu, diskusi mungkin tidak
cocok digunakan. Guru – guru lain yang barangkali terampil metode – metode
mengajar yang otoriter mungkin akan memperoleh respon yang tidak memuaskan dari
siswanya dengan metode tersebut. Kombinasi sifat – sifat kepribadian yang
membentuk seorang guru jelas begitu bervariasi sehingga apa yang cocok bagi
seorang guru tidak selalu dapat diharapkan cocok bagi koleganya.
Dengan
singkat, konsepsi – konsepsi pengajaran yang beracuan prosedur tidak memadai
untuk pengambilan keputusan instruksional oleh guru. Dari pada bertanya “apakah
yang hendak saya lakukan ?”, guru harus mengajukan pertanyaan lain, pertanyaan
yang berdasarkan model instruksional yang beracuan tujuan.
3. Model - Model Instruksional yang Beracuan Tujuan
Beberapa
tahun terakhir ini di negara kita tampak adanya perhatian yang positif, yaitu
kewajiban bagi guru untuk memikirkan tujuan – tujuan instruksionalnya secara
jelas. Model instruksional yang beracuan
tujuan mula – mula memperhatikan soal perilaku yang seharusnya ditunjukkan oleh
siswa pada akhir pengajaran. Setelah perilaku siswa yang diinginkan itu, yaitu
tujuan dirumuskan secara spesifik, pemilihan prosedur pengajaran menjadi mudah
sekali pada umumnya, jauh lebih efektif. Misalnya saja, jika seorang guru
memiliki gambaran yang jelas tentang macam kemampuan akhir siswa tiga minggu
proses belajar – mengajar berlangsung ia dapat memberi siswanya kesempatan
mempraktekkan perilaku yang konsisten dengan tujuan yang diingikan itu kedalam
unit pelajarannya.
Keuntunga
utama dari model instruksional yang beracuan tujuan ialah bahwa model itu
membantu guru dalam mengadakan pemilihan pendahuluan terhadap kegiatan-
kegiatan guru dan siswa yang memperbesar kemungkinan tercapainya tujuan –
tujuan instruksional oleh siswa. Keuntungan kedua berangkali lebih penting
ialah bahwa model tersebut memberikan kemungkinan kepada guru untuk lambat
laun, memperbaiki rencana program pengajaran.
Seorang
guru yang mempergunakan model instruksional yang beracuan tujuan memiliki standar
yang jelas sekali, yang dapat dipakai sebagai dasar untuk memodifikasi prosedur
– prosedur pengajarannya. Pada umumnya
guru, secara spontan, merasa bahwa tugasnya sudah beres setelah pelajaran
berakhir.
4. Model
Instruksional
Model
ini menitikberatkan pembuatan keputusan intelektual oleh guru sebelum dan
sesudah pengajaran dan oleh karenanya, sebenarnya lebih berupa suatu model
perencanaan dan penilaian daripada suatu model “prosedur mengajar”.
a. Menentukan
tujuan –tujuan instruksional secara spesifik dalam bentuk perilaku siswa.
b. Mengadakan
penilaian pendahulan terhadap keadaah siswa pada saat ini dalam hubungannya
denga tujuan – tujuan instruksional tersebut.
c. Menilai
pencapaian tujuan – tujuan tersebut oleh siswa.
Komponen
– komponen utama dari model instruksional dapat dilihat pada bagan dibawah ini.
![]() |
|||||||||
![]() |
![]() |
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||||
5. Penentuan
Tujuan – Tujuan yang Spesifik
Tujuan
– tujuan instruksional di dalam model komponen ini harus dirumuskan secara
spesifik dalam bentuk perilaku akhir siswa. Hampir setiap pendidikan mengenai
pentingnya penentuan tujuan,tetap akhir – akhir ini pun hanya sedikit yang
menganjurkan perlunya dirumuskan tujuan ini secara jelas, yaitu tujuan :
bagaimana seharusnya siswa berperilaku pada akhir pengajaran. Model
instruksional ini menurut agar tujuan – tujuan tersebut dirumuskan secara jelas
dan tegas dalam bentuk perilaku siswa.
6. Penilaian
Pendahuluan
Langkah
kedua dari model instruksional ini menuntut agar guru memeriksa kembali
perilaku mula siswa. Istilah “penilaian pendahuluan” dipergunakan sebagai
pengganti dari “tes – awal” hanya karena “penilain pendahuluan” mencakup macam
prosedur penilaian yang lebih banyak daripada hanya berupa tes tertulis. Satu
keuntungan nyata dari penilaian pendahuluan ialah bahwa guru dapat mengetahui
sudahkah siswanya memiliki jenis perilaku yang hendak dikembangkan.
Suatu
keuntungan yang utama dari penilaian pendahuluan yaitu bahwa usaha ini dapat
memastikan belum mapunya siswa mencapai tujuan yang dimaksud sebelum pengajaran
berlangsung.
Suatu
keuntungan tambahan dari penilaian pendahuluan ialah dengan itu guru dapat
mengetahui keadaan siswanya satu per satu yang mungkin memerlukan adanya
variasi tujuan ataupun prosedur pengajarannya.
7. Pengajaran
Setelah
guru mengadakan penilaian pendahuluan dan barangkali mengubah tujuan – tujuan
instruksionalnya, langkah berikutnya yaitu merencanakan progaram pengajaran
yang diharapkan dapat mencapai tujuan – tujuan yang dikehendakinya. Prinsip
psikologi dapat membantu sekali bagi guru dalam merencanakan program
pengajarannya.
Dalam
merencanakan program pengajarannya, makin banyak pengalaman guru dalam memilih
prosedur pengajaran, makin besar kemungkinan ia mencapai hasil – hasil yang
diinginkan. Dalam bab berikut akan dibicarakan berbagai prinsip yang akan
memungkinkan guru untuk : 1. Menganalisis tugas – tugas yang harus dipelajari
siswa, dan 2. Menciptakan situasi belajar mengajar yang memungkinkan siswa
mempelajari tugas – tugas tersebut.
8. Penilain
Pada
hakikatnya tujuan dan penilaian seharusnya sama ; yaitu butir – butir tes
seharusnya disusun sesuai dengan jenis perilaku yang ditentukan dalam
tujuan.penilaian yang dimaksudkan di sini bukanlah mengenai siswa, melainkan
mengenai ketetapan keputusan – keputusan yang diambil oleh guru. Didalam model
instruksional yang dianjurkan didalam buku ini, kegagalan mencapai tujuan pada
umumnya dipandang sebagai cermin dari ketidak tepatan pengajaran.
Sebaliknya,
jika tujuan instruksional dapat dicapai maka guru pantas mendapat penghargaan.
Ia seyogyanya memikirkan kemungkinan menambah tujuan – tujuan sehingga yang
dapat dicapainya akan lebih banyak lagi. Yang jelas ia harus merasa senang bila
tujuan – tujuannya tercapai.
9. Pusat
Perhatian : siswa
Dapat
dikatakan secara umum bahwa model instruksional yang dianjurkan ini
mengharapkan agar guru menaruh perhatian pada siswa. Suatu model instruksional
yang beracuan tujuan merupakan konsepsi pengajaran yang masuk akal. Guru yang
lebih terampil melaksanakan tugas ini, itulah guru yang lebih profesional. Maka
guru yang kompeten ialah guru yang dapat mempergunakan secara efisien model
instruksional yang beracuan tujuan, seperti yang diurahkan pada halaman –
halaman berikut.
BAB
III
TUJUAN
INSTRUKSIONAL
Sejak
awal 1960 ana ada perkembangan yang sangat berarti dalam hal merumuskan tujuan
instruksional.
1. Tujuan
yang Dirumuskan secara Operasional.
Seorang
guru profesional harus merumuskan tujuanya dalam bentuk perilaku siswa yang
dapat diukur, yaitu; menunjukkan apa yang
dapat dilakukan oleh siswa tersebut
sesudah mengikuti pelajaran. Tujuan yang dirumuskan secara demikian
hampir tidak menimbulkan keraguan lagi. Sasaran yang hendak dicapai oleh guru
jelas. Hendaknya diperhatikan bahwa kata-kata seperti tujuan jauh (goal) tujuan
dekat (objektive), sasaran (aim) dan maksud (intent) digunakan dalam arti yang
sama dalam uraian ini. Beberapa penngarang membedakan istilah-istilah tersebut.
Misalnya, ada yang menggunakan istilah tujuan jauh(goal) untuk menunjukkan tujuan umum pengajaran dalam masyarakat,
sedangkan tujuan dekat (objektif) digunakan untuk menunjukkan sasaran
pengajaran guru dalam kelas.
Ciri
pokok dari tujuan instruksional yang dirumuskan secara operasional ialah bahwa
respons yang menandakan tercapainya tujuan secara memuaskan diuraikan secara
jelas. Kalau tujuan sudah dirumuskan secara tepat, maka seharusnya tidak ada
lagi kesulitan dalam menentukan apakah siswa telah mencapai tujuan secara
memuaskan atau belum. Sebagai ilustrasi, periksalah ketiga tujuan yang berikut
ini:
·
Siswa akan menghargai pentingnya
kebebasan berbicara dalam masyarakat yang demokratis
·
Siswa akan dapat memecahkan sepasang
persamaan-persamaan simultan yang muat dua variabel
·
Siswa akan mengetahui apa syarat membuat
suatu karangan yang baik.
Guru
dapat pula menuliskan daftar kata ( sebagian dieja dengan tepat dan sebagian
tidak lalu menyuruh siswa memilih kata-kata yang dieja secara tepat. Atau dapat
juga guru melafalkan ejaan yang tepat dan yang tidak tepat, lalu minta
siswa-siswanya menentukan apakah kata yang bersangkutan dieja ataukah tidak.
Mungkin guru dapat menyuruh mereka mengeja kata-kata itu dengan nyaring. Boleh jadi
guru mengadakan perlombaan mengeja; mereka diminta saling menilai ketepatan
mengejanya. Dengan tujuan yang begitu sederhana ini pun dapat ditemukan
berbagai cara untuk membuat menjadi operasional. Tujuan yang komplek pada
umumnya menimbulkan tafsiran yang jauh lebih banyak. Karena alasan inilah maka
tujuan harus dirumuskan dengan kata-kata yang operasional. Yang dirumuskan
sedemikian jelas tergambar; siswa akan betul-betul berperilaku bagaimana, atau
dapat berperilaku bagaimana sasudah selesai mengikuti pelajaran.
2. Perilaku
dan Hasil Siswa
Mengenai
perilaku siswa, perlu diperhatikan bahwa di situ terdapat banyak kegiatan yang
dilakukan oleh siswa yang harus dicatat sewaktu siswa melakukan kegiatan yang
bersangkutan.
Perbedaan
antara hasil dan perilaku mula – mula mungkin dirasa tidak penting. Tetapi, ada
guru yang begitu membatasi perhatiaannya pada apa yang dihasilkan oleh siswa
yang dapat diamati dan dapat merupakan petunjuk berharaga untuk menentukan
apakah pengajaran guru itu efektif. Dengan mengamatinya, guru dapat secara
tepat mengetahui kemampuan siswa untuk bertenggang rasa terhadap pendapat
minoritas.
3. Betulkah
Rumus yang Operasional Hanya Menunjukkan Hal – Hal yang Tidak Penting?
Yang
dirisaukan oleh banyak guru pada waktu pertama kali menjumpai tujuan yang
dirumuskan secara operasional ialah bahwa tujuan – tujuan yang demikian
cenderung untuk tidak berati sama sekali. Wajar kalau banyak contoh tujuan yang
dirumuskan secara operasional secara relatif tidak penting.
Perumusan
operasional memungkinkan guru untuk mengenali tujuan – tujuan yang tidak
penting, meniadakannya, dan menggantinya dengan tujuan instruksional yang lebih
penting.
4. Memilih
Tujuan Instruksional yang Tepat
Paling
sedikit ada dua kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk memilih tujuan
instruksional yang tepat dan
penting.telah dikatakan bahwa bilaman sistem instruksional tidak efektif, maka
kita tidak perlu terlalu memperhatikan mutu tujuan instruksional.
5. Preferensi
Nilai Guru
Salah
satu kriteria yang amat penting dalam memilih tujuan instruksional ialah sistem
nilai guru, baik yang menyangkut bahan yang akan diajarkan maupun yang
menyangkut perilaku siswa yang diharapkan akan timbul sesudah bahan yang
bersangkutan. Hampir setiap guru mempunyai pandangan sendiri mengenai apa yang
seharusnya diajarkan dalam mata pelajarannya.
6. Analisis
Taksonomi
Taksonomi
merupakan kriteria yang dapat digunakan oeh guru untuk mengevaluasi mutu
tujuannya. Salah satu manfaat taksonomi ialah bahwa guru didorong untuk
bertanya adakah ia menekankan segi tertentu atau tidak.
Beberapa
kritikus memberikan alasan bahwa dengan taksonomi ini perilaku siswa dicoba
dipisah – pisahkan menjadi beberapa golongan yang dalam kenyataan tidak dapat
dipisahkan. Mereka menyatakan bahwa perilaku manusia bukanlah semata – mata
kognitif, juga bukan semata – mata afektif, dan psikomotorik.
7. Segi
Kognitif
Segi
kognitif memiliki enam taraf meliputi :
a. Pengetahuan,
mencakup ingatan tentang hal – hal yang khusus atau hal – hal yang umum,
tentang metode – metode dan proses – proses. Dalam rangka penilaian tes ingatan
hampir tidak menuntut lebih daripada mengingat kembali suatu bahan tertentu.
b. Pemahaman,
taraf ini mencakup bentuk pengertian yang paling rendah;taraf ini berhubungan
dengan sejenis pemahaman siswa.
c. Aplikasi,
mencakup abstraksi dalam situasi yang khusus atau konkret.
d. Analisis,
mencakup uraian suatu ide ke dalam unsur – unsur pokoknya sedemikian rupa
sehingga hierarkinya menjadi jelas atau hubungan atas unsur men jadi jelas.
e. Sintesis,
mencakup kemampuan menyatukan unsur – unsur dan bagian – bagian sehingga
merupakan suatu keseluruhan.
f. Evaluasi,
menyangkut penilaian bahan dan metode untuk mencapai tujuan tertentu.
8. Segi
Afektif
Segi
afektif dibagi menjadi lima taraf:
A. Memperhatikan,
taraf ini adalah mengenai kepekaan siswa terhadap fenomena – fenomena dan
perangsangan – perangsangan tertentu, yaitu menyangkut kesediaan siswa untuk
menerima atau memperhatikannya.
B. Merespon,
taraf ini siswa sudah merespon, respon ini sudah lebih dari hanya
memperhatiakan fenomena.
C. Menghayati
nilai, taraf ini tampak bahwa siswa sudah menghayati nilai tertentu.
D. Mengorganisasikan,
dalam mempelajari nilai siswa menghadapi situasi yang mengandung lebih dari
satu nilai.
E. Memperhatikan
nilai atau seperangkat nilai.
9. Segi
Psikomotorik
Segi
psikomotorik terdii dari lima taraf:
a. Persepsi,
langkah ini bersifat motoris adalah menyadari objek, sifat, atau hubungan –
hubungan melalui alat indra.
b. Set,
adalah kesiapan untuk melakukan suatu tindakan atau untuk bereaksi terhadap
sesuatu kejadian menurut cara tertentu.
c. Repon
terbimbing. Tingkat ini berfungsi mengembangkan keterampilam motoris.
d. Respon
mekanistis taraf ini siswa sudah yakin akan kemampuannya dan sedikit banyak
terampil melakukan suatu perbuatan.
e. Respon
kompleks, taraf ini individu dapat melakukan perbuatan motoris yang boleh
dianggap kompleks.
BAB
IV
KEPUTUSAN
KURIKULER
1. Kurikulum
Karena
kurikulum bersifat subjektif, maka ada kecenderungan bagi sebagian orang untuk
mendefinisikan dengan kata – kata yang sukar dipahami.
Kurikulum
ialah keseluruhan hasil belajar yang direncanakan dan dibawah tanggung jawab
sekolah. Kurikulum menunjukkan hasil pengajaran yang diinginkan.tujuan dan
prosedur tidak sukar dibedakan. Pembedaan itu sangat menolong guru dalam
merencakan pengajarannya.
2. Model
Pemilihan Tujuan
Model
dapat digunakan untuk hampir setiap jenis tujuan dalam hierarki tujuan untuk menentukan
tujuan instruksional ,tujuan kurikuler, dll.
3. Siswa
Kita
wajib memiliki gambaran mengenai kemapuan siswa supaya dapat menetukan apa yang
kiranya sudah dimilikinya. Guru yang telah berhasil dan merasa puas dengan
pengajarannya, kerap kali mempertimbangkan minat siswa dam menentukan apa yang
akan diajarkan.
4. Bidang
Studi sebagai Sumber Tujuan
Sejauh
ini dengan mengikuti pedoman yang dikemukan oleh Tyler, guru atau pembina
kurikulum telah memperoleh tiga perangkat tujuan yaitu yang bersumberkan bidang
studi, siswa dan masyarakat.
5. Tujuan
yang Operasional
Langkah
terakhir dalam proses pengembangan kurikulum ialah merumuskan serangkaian
tujuan dengan kata – kata yang operasional. Pertam jenis perilaku siswa yang
diharapkan akan diperlihatkan harus dirumuskan dengan jelas.
BAB
V
MENGANALISIS
TUJUAN INSTRUKSIONAL
1. Masalah
Mengurutkan
Apabila
pengajaran berpusat pada guru, maka pembahan masalah urutun pada umumnya hanya
mengenai bahan. Misalnya dinilai tepat jika bahan diurutkan menurut asas – asas
berikut ini : dari konkret ke abstrak, menurut krokologi,dari sudah dialami ke
yang belum dialami dan sebagainya.
Tentu
saja isi mata pelajaran tidak dapat diabaikan sama sekali. Konsep matematis
tertentu merupakan prasyarat untuk mempelajari konsep – konsep matematis yang
lain. Dan isi mata pelajaran tertentu boleh jadi sudah betul – betul berurutan
logis .
2. Model
Gagne
Gagne
berpendapat bahwa perilaku kognitif yang kompleks selalu merupakan perpaduan
dari tugas – tugas yang lebih sederhana, dan tugas ini perilaku dikuasai lebih
dahulu sebelum perilaku yang kompleks itu dapat diperlihatkan. Gagne menyatakan
ada beberapa taraf yang bersifat hierarki:
a. Diferensiasi
respon
b. Asosisi
c. Diskriminasi
ganda
d. Rangkaian
perilaku
e. Konsep
kelas
f. Prinsip
– prinsip
g. Strategi
pemecahan masalah.
3. Pendekatan
Taksonomi
Suatu
alternatif terhadap pengurutan tradisional adalah mencoba menyederhanakan
analisis perilaku dengan menggunakan petunjuk dari taksonomi kognitif bloom.
Kategori pengetahuan mencakup paling sedikit 3 kategori Gagne yang lebih
rendah, jadi klasifikasi seteliti model Gagne tidak perlu jika taksonomi
kognitif digunakan sebagai pedoman untuk membuat urutan.masalah yang pada
hakekatnya bukan perilaku yang dapat diamati itu dan ditambah lagi oleh uraian
yang agak verbalistis tentang berbagai taraf menimbulkan kebinggungan dan
kekaburan mengenai perbedaan antara taraf yang satu dengan taraf yang lain.
4. Pendekatan
lain
Pengkategorian
dan pengklasifikasiaan tugas-tugas dikemukakan suatu sasaran yang lebih mudah
di mengerti. Pertama, periksalah daftar tujuan yang sudah terumuskan dalam
bentuk perilaku yang dapat diamati itu, kemudian tentukan nama yang terlalu
sukar dicapai oleh siswa. Salah satu cara memecahkan masalah menganalisis adlah
dengan mengajukan suatu pertanyaan pada masing-masing tujuan, misalnya apa yang
harus dikuasai oleh siswa sebelum ia dapat melaksanakan tugas ini???
Tujuan
: siswa dapat menguraikan secara tertulis akibat yang timbul apabila bahan
kimia tertentu di tambahakan ke dalam campuran bahan kimia lain pada temperatur
dan tekanan tertentu.
5. Ringkasan
Didalam
ringakasan terdapat 5 hal yang harus di ingat yaitu:
a. Menganalisis
tujuan menjadi modul yang memuat perilaku dan isinya
b. Sebagai
pedoman gunakanlah model yang sudah tersusun seperti yang di anjurkan oleh
Gagne atau Bloom.
c. Untuk
menemukan langkah pertama bertanyalah berulang-ulang
d. Kenalilah
betul-betul persyaratan yang tidak termasuk tanggung jawab pengajaran anda
e. Bila
mana mungkin ujilah secara empiris langkah-langkah yang ditemukan.
6. Penilaian
– pendahuluan
Untuk
menentukan apakah tujuan yang telah dipilih untuk kelasnya itu tepat guru
seharusnya melakukan penilaian pendahuluan.apabila siswa memperlihatkan nilai
yang bagus maka guru berhak bangga dengan prestasi siswanya.
7. Tujuan
– akhir
Sering
sekali terjadi waktunya terbuang karena guru mengajarkan keterampilan yang
sebenarnya sudah dikuasai siswa maka akan ketahuan andaikata diadakan tes awal
maka hasil akhir yang didapatkan oleh siswa akan sangat lah memuaskan. Intinya
disini adalah mengadakan tes awal sebagai titik acuan hasil belajar siswa.
8. Tujuan
– antara
Suatu
tes awal yang baik harusnya mengecek kompetensi siswa yang berhubungan dengan
tujuan-tujuan pembelajaran. Disini guru mengambil peran penting untuk menemukan
mana sajakah siswa yang mempunyai suatu keterampilan yang lebih dibandingkan
yang memiliki keterampilan yang sedikit dengan cara mengorganisasikan
kelompok-kelompok dalam tiap kegiatan pembelajaran.
9. Perilaku
– mula
Di
sini tes awal juga mempunyai andil yang baik untuk menentukan hasil belajar
dari seorang siswa untuk yang mempunyai keterampilan dalam suatu program
belajar atau tidak sama sekali . dimana
setiap kegagalan dalam program pembelajaran harus dinetralisirkan
seminimal mungkin agar program pembelajaran berjalan dengan baik.
10. Tes
awal yang formal atau informal
Tes
awal yang mungkin semua siswa mendapat kesempatan untuk mengerjakan butir-butir
pertanyaan dan mengukur suatu keterampilan sangat lah berguan untuk guru namun
tes yang begitu terperinci tidaklah selalu perlu sebab selain tes awal guru
juga dapat menilai dari sikap seorang siswa dalam suatu pembelajaran apakah
siswa itu berkompeten atau tidaknya dilihat dari aktifnya seorang siswa
tersebut. Apabila hanya sedikit saja diantara siswa yang berkompeten maka guru
juga dapat membuat diskusi kelompok agar dapat menilai suatu keterampilan yang
dimiliki oleh setiap siswa.
11. Komentar
umum
Didalam
menyelengarakan tes awal maka guru setidaknya jangan mengumumkan hasil dari te
awal tersebut, dikarenakan jika ada dari seorang siswa yang frustasi mendapat
nilai rendah sangat lah di pertimbangkan. Jadi seharusnya tes awal dilakukan
dengan cara bertahap dengan pertanyaan-pertanyaan yang meliputi bahan mata
pelajaran yang bersangkutan sampai nilai dari suatu siswa itu menunjukan hasil
yang memuaskan dari tiap tes awal.
Tes
awal merupakan hal yang harus dilakukan dikarenakan dari suatu tes awal maka
guru dapat merancang tujuan pembelajaran seefektif mungkin agar mendapatkan
hasil yang memuaskan dari seluruh siswa.
Ada
2 kegiatan yang harus dilakuakan agar
terpenuhi hasil yang bagus dalam program pembelajaran:
a. Analisis
komponen tujuan akhir untuk melihat apa yang harus dilakuakan oleh siswa
sebelum ia dapat berhasil dalam program pembelajaran
b. Adakan tes awal untuk mengukur sejauh mana
siswa telah menguasai materi pembelajaran yang tujuan akhirnya adalah program
belajar yang efektif dan efisien.
BAB VI
MERENCANAKAN KEGIATAN INSTRUKSIONAL
1. Memberitahukan
Tujuan
Prinsip
pertama yang diperhatikan dalam menyusun program pengajaran ialah prinsip bahwa
guru harus memberitahukan kepada siswa perubahan apa yang diharapkan terjadi
dalam diri mereka. Tujuan hendaknya diberitahukan kepada mereka dengan bahasa
yang tepat dan dapat mereka pahami.
Dalam
beberapa hal, terutama yang menyangkuttujuan efektif, kiranya tidak tepat
apabila tujuan pengajarannya diberitahukan. Akhirnya guru menyadari bahwa
dengan memberitahukan tujuan instruksionalnya, ia menciptakan sejumlah
perubahan, bukan saja persepsi siswa, melainkan sering juga pada perilakunya
sendiri.
Banyak
sedikitnya tujuan yang diberitahukan kepada siswa hendaknya mengingat batas
kemampuan pemahaman siswa. Karena guru itu harus menetukan berapa sesungguhnya
tujuan yang dapat dipahami siswa sehingga dalam setudi mereka ada pegangan.
2. Memahami
Maksud
Prinsip
yang hubungannya erat sekali dengan kegiatan memberitahukan tujuan adalah
prinsip memahami. Menurut prinsip ini hendaknya nilai dari apa yang sedang
dipelajari ditunjukkan kepada siswa.
Prinsip
ini termasuk bidang motivasi dan sudah banyak sekali karangan tentang itu.
Banyak guru yang beranggapan bahwa siswa akan secara otomatis tahu bahwa tujuan
itu bermanfaat karena mereka telah dipilihkan tujuan tertentu.
Ada
beberapa metode untuk menyampaikan prinsip memahami maksud ini kepada siswa:
a. Metode
deduksi menurut metode ini guru harus menjelaskan kepada siswa mengapa mereka
harus mempelajari bahan itu.
b. Metode
induksi dalam menggunakan metode ini guru memberi mereka kesempatan untuk
memukakan alasan mereka sendiri untuk mencapai tujuan tertentu mungkin ini
merupakan konsekuensi dari kegiatan berbagi ide kepada siswa berkat ide mungkin
siswa menjadi paham akan nilai dari tujuan yang dikemukakan.
3. Latihan
yang Sesuai
Menurut
prinsip ini dalam proses pengajaran guru harus memberikan kesempatan kepada
siswa untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan tujuan instruksional. Dengan
kata yang lebih sederhana guru harus memberikan kesempatan kepada siswa
mempraktekkan apa yang dituntut guru sebagai bukti bahwa tujuannya tercapai.
4. Latihan
yang Sama
Pada
perilaku ini seruhan guru hendaknya sam dengan suruhan yang akan diberikan.
Penggunaan latihan yang sama mengadaikan adanya berbagai pertanyaan lalu guru
tinggal memilihnya. Tidak dapat dipastikan berapa banyak latihan yang sama
seharusnya diberikan. Kiranya lebih bijaksana bila diberi sebanyak banyaknya
daripada terlalu sedikit.
5. Latihan
yang sejenis
Dalam
latihan ini dimungkinkan adanya modifikasi baik dalam suruhan guru maupun dalam
sifat respon siswa. Siswa dapat diminta melakukan kegiatan intelektual yang
sama tetapi dengan cara yang berbeda. Memang ada alsan yang kuat sekali untuk
memberi kesempatan melakukan latihan yang sejenis karena dengan ini guru
memberikan lebih banyak variasi kepada siswa.
6. Tahu
Hasil
Berhubungan
erat dengan prinsip latihan yang sesuai adalah prinsip tahu hasil. Menurut
prinsip ini siswa harus diusahakan dapat mengetahui ketepatan responnya segera
sesudah ia memberikan respon itu.
Banyak
penelitian yang membenarkan bahwa hasil belajar menjadi positif para siswa
diberi kesempatan untuk mengetahui benar salahnya repon yang dibuat. Agar guru
dapat menerapkan prinsip ini dengan cermat dalam rangka memberikan pekerjan
rumah maka kiranya perlu diberikan kunci jawabannya benar atau salah.
7. Pengajaran
yang Dibedakan
Merencanakan
program pengajaran yaitu membedakan pengajaran bagi siswa – siswa. Paling
sedikit ada dua metode untuk membedakan pengajaran yang pertama; yaitu
menyiapkan tujuan untuk berbagai kelompok siswa sehingga kelompok siswa
tertentu mendapat tujuan yang berlainan.
Kedua : menggunakan berbagai macam prosedur yang berlainan untuk
mencapai tujuan instruksional yang sama.
Apabila
guru membedakan prosedur pengajaran maka hendaknya ia memilih prosedur
pengajaran yang kiranya sesuai dengan kemampuan, minat, dan prestasi yang telah
dicapai siswa – siswa yang bersangkutan.
8. Pencapaian
Tujuan Afektif
Relatif
ada pedoman untuk mencapai tujuan
afektif. Pada umumnya guru hanya menunjukkan faktor positif dari mata pelajaran
yang bersangkutan, kalau ia mengiginkan respon siswa yang lebih positif.
BAB
VII
TRANSAKSI
INSTRUKSIONAL
1. Ceramah
Biasanya
guru mencapai tujuan instruksional dengan kata – kata. Setiap penyajian
informasi secara lisan dapat disebut ceramah baik formal dan berlangsung selama
45 menit, maupun yang informal dan hanya berlangsung selama lima menit. Ceramah
tidak dapat dikatan baik dan buruk, ceramah harus dinilai menurut tujuan
penggunaanya. Walaupun ada kelemahan yang menyolok misalnya tidak dapat memberi
siswa kesempatan untuk memperaktekkan perilaku yang relevan
Tujuan
utama suatu ceramah ialah menyajikan ide. Ceramah memungkinkan si guru
menyampaikan topik dengan perasaan.
2. Perencanaan
Dalam
merencanakan ceramah jangan lupa menyusun pertanyaan untuk diajukan kepada
siswa. Pertanyaan yang diajukan langsung kepada siswa dapat menolong anda
mengukur efektifitas kegiatan belajar siswa.
3. Penyampaiannya
Penceramah
yang baik akan berupaya menggunakan gaya percakapan yang antusiatik.ceramah
harus disampaikan dengan suara yang cukup nyaring. Teknik lain yaitu dengan
menggunakan gerak badan. Banyak guru yang terpaku di depan meja. Jangan pernah
apabila berceramah menggunakan kosa kata yang tida mudah dipahami oleh siswa.
4. Diskusi
Bentuk
penyelengaraan pelajaran yang populer dan yang paling sering digunakan adalah
dikusi. Diskusi mengandung unsur demokratis berbeda dengan ceramah, diskusi
tidak diarahkan oleh guru.siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan ide –
ide mereka sendiri.
Diskusi
juga berguna sekali untuk mengubah perilaku afektif siswa secara konkret.
Penggunaan diskusi secara terampil memungkinkan pembentukkan sikap dalam
suasana kelompok. Maka penggunaan diskusi pada fase pengajaran agaknya tepat.
Diskusi selalu membutuhkan banyaknya waktu karenanya topiknya seharusnya cukup
penting sehingga penggunaan waktu dapat dipertanggung jawabkan.
5. Demonstrasi
Ceramah
dan diskusi memerlukan waktu tambahan sehingga guru sering mengadakan
demonstrasi dikelas. Pedoman – pedoman untuk menyelenggarakan demonstrasi agak
sederhana, pertama ; anda harus dapat mengerjakan hal yang hendak anda
demonstrasikan. Kedua jika anda mendemonstrasikan suatu prosedur tertentu
jangan lupa memberikan petunjuk yang seksama sebelum anda memperkenalkan jalan
pintas atau variasi lain.
6. Rencana
pelajaran
Agar
funsional rencana pelajaran harus mengandung unsur pokok:
a. Tujuan
, dirumuskan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati.
b. Alat
– alat, jika ada, sebaiknya yang khas bagi pelajaran yang bersangkutan.
c. Suatu
deskripsi tentang kegiatan guru dan siswa serta perkiraan jumlah waktu yang
tersedia untuk itu.
d. Tugas
– tugas pekerjaan rumah, jika ada.
BAB VIII
PENGELOLAAN
KELAS
1. Keberan
– Keberan umum
Apa
yang terjadi dikelas pada umumnya adalah soal gaya ini terutama berlaku dalam
hal persepsi guru tentang kontrol pengendalian. Bag beberapa orang guru
dianggap benar benar menguasai situasi kelas apabila mereka dapat mendominasi
semua kegiatan kelas itu. Siswa sama sekali tidak diperbolehkan saling memotong
pembicaraan bahkan dalam berdiskusi dan kegiatan kelas sifatnya resmi. Bagi
guru yang lain dianggap benar – benar menguasai situasi kelas apabila didalam
kelas itu terdapat kebebasan bergerak dan berbicara.
2. Menerapkan
Suatu Sistem
Pendekatan
terbaik dalam mengelola kelas itu berupa pembuatan keputusan yang direncanakan
bukan keputusan spontan yang diambil dalam keadaan darurat. Atasipasi terhadap
timbulnya masalah dikelas akan memotong guru terhindar dari dilema seperti itu.
Dalam
bahasa non teknis dikatan bahwa gurulah yang menguasai beberapa reinforcer atau
ganjaran bagi siswanya. Untuk memutuskan apa yang hendak dilakukan guru harus
menetukan alasan mengapa anak itu berbuat demikian.\
3. Menjelaskan
peraturan
Yang
terbaik yaitu memberi tahu siswa tentang perilaku manakah yang dipandang baik
dikelas anda. Beritahulah kepada siswa batas – batas yang anda tentukan. Kadang
– kadang secara tidak terduga siswa mau mematuhinya.
4. Menjelaskan
Penilain Watak
Kaidah
umum ialah dalam pengelolaan kelas dan dalam hubungan dengan siswa adalah
jangan membuat penilaian negatif tentang watak siswa. Guru jangan sampai
meragukan nilai pribadi dari setiap siswanya.
5. Mendekati
Bila
seorang siswa mulai bertingkah satu teknik yang biasanya efektif ialah teknik
mendekati. Kehadiran guru dapat membuatnya takut, dan karena itu dapat
menghentikannya dari perbuatan yang destruktif,tanpa perlu menegur.
6. Memberikan
Isyarat
Apabila
siswa sedang melakukan kenakalan kecil guru dapat memebrikan isyarat bahawa ia
sedang diawasi. Isyarat tersebut dapat berupa petikan jari, pandangan tajam,
atau lambaian tangan. Isyarat ini akan membantu si pelanggar menegndalikan
dirinya.
7. Mengadakan
Diskusi secara Terbuka
Kirannya
penggunaan diskusi secara terbuka dapat menolong tingkat kenakalan di
kelas.guru dapat membuka diskusi itu dengan mengatakan secara jelas ia mengetahui adanaya kesulitan dikelas
kemudian mengharapkan agar siswa dapat membantu mengatasi kesulitan tersebut.
8. Mengadakan
Analisis
Guru
dapat mengurangi masalah yang terdapat didalam kelas apabila mampu melakukan
analisis kepada setiap siswa tentang penyebab kenakalan mereka.
9. Mengimbau
Teknik
ini jangan terlalu di sering digunakan mereka akan cenderung untuk tidak
mengubrisnya. Karena guru terkesan meminta belas kasihan mereka.
10. Memberikan
Hukuman
Hukuman
efektif bagi manusia baik berupa pencabutan hak – hak istimewah ataupun
penamabahn konsekuensi negatif. Jangan pernah menguunakan hukuman badan.
BAB
IX
EVALUASI
PENGAJARAN
1. Merencanakan
Tes
Tes
seharusnya memungkinkan guru memperoleh data tentang kemampuan siswa dalam
mencapai tujuan instruksional. Tes pada umumnya mengukur hasil karya siswa.
Tetapi ada juga tes yang lain yaitu tes perilaku.
Tes
dapat diselenggarakan dalam kondisi buatan dalam kondisi wajar tetapi
kebanyakan tes diselenggarakan dalam kondisi buatan yaitu dengan sengaja guru
memberikan rangsangan.
Tes
tes dalam kondisi wajar biasanya berupa pengumpulan data yang dilakukan waktu
siswa tidak mengetahui bahwa ia sedang tes. Observasi terhadap siswa yang
bekerja sama, pemeriksaan terhadapa tata bahasa yang digunakan oleh siswa untuk
menulis surat kepada teman temannya.
2. Pemilihan
Butir Tes
Jika
hendak menilai pengajarannya dan menilai siswanya maka guru harus memberikan
tes yang sama untuk siswanya. Tetapi jiak dia nilai kualiatas pelajaran maka ia
tidak perlu berbuat begitu. Tes yang butirnya berbeda dan untuk siswa yang
berbeda memungkinkan guru mengetes tujuan yang jauh lebih bermacam- macam
dengan butir yang lebih banyak dan dalam waktu yang lebih sisngkat.
3. Bentuk
– Bentuk Tes
Butir
tes di golongkan atas dua golongan besar: pertama menuntut jawaban pilihan,
sedang yang kedua menuntut siswa menyususn jawabannya sendiri.
4. Butir
– Butir tes pilihan
Butir
– butir tes benar salah atau pilihan dua yang jawabannya salah dan benar
terhadap pertanyaaan yaitu menyebutkan benar atau salah.
Butir
butir tes pilihan berganda : bentu tes lain yang populer yaitu tes pilihan
berganda yang bagian pokoknya berupa kaliamat yang belum lengkap atau berupa
pertanyaan sedangkan alternatif jawabannya disediakan .
DAFTAR
PUSTAKA
W.
James Popham dan Eva L. Reaker (2008).Teknik Mengajar Secara
Sistematis.(Terjemahan Amirul Hadi. Dkk ). Jakarta: Rineka Cipta.