Senin, 08 Desember 2014

ringkasan buku prencanaan pengajaran

BAB I
INTUISI DAN VERIFIKASI
1.      Guru
Di dalam masyarakat, dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju, guru memegang peranan penting. Hampir tanpa kecuali, guru merupakan satu diantara pembentuk-pembentuk utama calon warga masyarakat. Banyak masyarakat yang mengakui pentingnya peranan guru itu dengan cara yang lebih konkret daripada masyarakat yang lain.namun, masih ada masyarakat yang menyangsikan besarnya tanggung jawab seorang guru,termasuk pula masyarakat yang sering menggaji guru lebih rendah daripada yang diinginkan.selain itu juga kesadaran umum akan besarnya tanggung jawab seorang guru itu belumlah terwujud dalam usaha mereka untuk mengajar dengan pertimbangan-pertimbangan yang seksama.
Tidaklah mengherankan jika pengetahuan para guru tentang proses intruksional relatif masih kurang. Sebagian besar telah dilatih dengan cara-cara yang mendekati mistik.selain itu juga pengalaman praktek mengajar biasanya tidak menolong sicalon guru mempelajari bagaimana mengajar. Ini berbeda dengan yang telah menjadi keyakinan kuat dari banyak pengamat. Sebenarnya si calon guru hanya belajar tentang bagaimana “ menghabiskan jatah waktunya”. Ia menyukai pengalaman itu sebab ia merasa memperoleh beberapa keterampilan mengajar yang diwajibkan. Tetapi yang sering dipelajari oleh si calon guru hanyalah kemampuan membeo si guru pembimbing. Karena untuk ukuran menilai guru praktek biasanya tidak tegas, maka seorang guru praktek yang bijaksana sering memilih untuk meniru saja gaya dan cara dari guru pembimbingnya.
Telah puluhsn tahun kita memberikan keterampilan-keterampilan mengajar melalui proses yang lebih menyerupai “penyembuhan magis”. Guru-guru yang sensitif dapat memperbaiki keterampilan mereka berkat pengalaman mereka yang terkumpul selama bertahun-tahun, tetapi sayang sekali, banyak yang lain,yang hanya mengulang- ulang apa yang dilakukan pada tahun pertama. Mereka sama sekali tidak memetik manfaat apapun dari padanya.



2.      Guru yang Berbakat dan yang Profesional
Tidak setiap guru membutuhkan pertolongan. Benar jugalah pernyataan bahwa “ Guru itu dilahirkan,bukan dibentuk”. Beberapa orang memang benar-benar dilahirkan sebagai guru. Mereka itu adalah orang – orang yang tidak pernah memikirkan bagaimana caranya mengajar,meskipun demikian mereka itu guru – guru yang sangat baik hampir menurut ukuran apa pun.
Ada juga orang – orang yang tidak akan pernah menjadi guru yang terampil,bagaimanapun banyaknya perhatian yang mereka curahkan guna memperbaiki diri. Ada kemungkinan mereka  itu memiliki ciri – ciri pribadi atau sifat –sifat intelektual yang bertolak belakang dengan pengajaran yang baik.
Namun demikian bagi sebagian tersebar orang yang berminat menjadi guru yang efektif, kini telah tersedia metode – metode yang benar –benar dapat meningkatkan keterampilan mengajar. Ada cara memandang pengajaran yang memungkinkan guru meningkatkan kualitas keputusan intelektual tentang kegiatan instruksionalnya.
3.      Perlunya Suatu Model Instruksional yang Sederhana
Mengajar merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Meskipun pelaksanaan pengajaran itu rumit sekali,masih banyak diadakan perbaikan – perbaikan terhadapnya dengan menggunakan model – model instruksional yang sangat sederhana. Yang patut disayangkan ialah bahwa guru – guru tidak menerapkan pengertian – pengertian yang kini kita miliki itu secara efisien.
Memang benar mengajar selalu merupakan kegiatan yang erat sekali sangkut – pautnya dengan kepribadian si guru dan seharusnya juga bersifat efektif, serta menyenagkan. Telaah terhadap suatu model instruksional yang efisien,dan implikasinya bagi pengambilan keputusan intelektual oleh guru – guru akan merupakan bagian selanjutnya.




BAB II
MODEL INSTRUKSIONAL YANG BERACUAN TUJUAN
Bahaya dari pertanyaan, “ Apakah yang akan saya lakukan ?” ialah bahwa dengan demikian perhatian guru terarah pada hal – hal yang keliru. Bagi guru baru mungkin pilihannya didasarkan pada satu – satunya alasan, yaitu untuk mengisi waktu. Pada umumnya guru baru takut kehabisan bahan. Akibatnya mereka mencari  kegiatan apa saja yang “ tampaknya instruksional” untuk mengisi waktu. Tahun berikutnya ia pun punya alasan untuk mengulangi kegiatan – kegiatan tersebut, karena telah melakukan sebelumnya, ia lupa bahwa kegiatan yang mula – mula dipilihnya itu hanya sebagai pengisi waktu , jadi sebenarnya tidak mempunyai dasar lain, kecuali bahwa dahulu pernah dilakukannya.
1.      Efektivits Pengajaran
Telah sejak dahulu para pendidik mencari suatu batas yang jelas tentang kompetensi mengajar. Bertahun – tahun para peneliti dan ahli pendidikan berusaha memiliki suatu konsepsi yang memuaskan tentang “guru yang efektif” . Pada umumnya  cara mendekatinya masih terlalu simplitis. Sudah ada usaha untuk mengenali seorang guru yang baik, lewat sifat – sifat tertentu yang ia miliki, atau lewat prosedur – prosedur yang ia pergunakan di kelas. Tetapi ternyata, baru- baru  ini, bahwa suatu totalitas sifat – sifat umum “ guru yang efektif” itu tidak ada. Lebih tepat efektivitas pengajaran itu seharusnya ditinjau dari hubungannya dengan guru tertentu yang mengajar kelompok siswa tertentu, didalam situasi tertentu dalam usahanya mencapai tujuan – tujuan instruksional tertentu.
2.      Model Instrruksional yang Beracuan prosedur
Banyak penelitian pendidikan yang menelaah masalah kompetensi mengajar ini terutama berdasarkan prosedur – prosedur yang dipergunakan guru dalam mengajar kelasnya. Pada tahun – tahun terakhir ini telah dikembangkan prosedur observasi yang rumit sekali terhadap apa yang sedang berlangsung di kelas. Setiap beberapa detik pengamat diharapkan mencatat “berapa lama guru berbicara” atau “berapa lama siswa berbicar”, jumlah jawaban yang “positif” atau “negatif” dari siswa, dan seterusnya. Tentu saja kita dapat meramalkan dengan pasti bahwa dalam beberapa tahun lagi akan ada alat observasi yang memaksa seseorang pengamat mencatat beberapa dosin hasil observasi dalam beberapa mili – detik .
Kelemahan dari semua usaha untuk memberikan batasan pengertian guru yang baik tersebut adalah bahwa usaha – usaha itu dilandasi konsepsi yang tidak dapat membuat efektivitas pengajaran. Kalau pun pernah, jarang diperhatikan soal yang penting, yaitu apa yang terjadi pada diri siswa sebagai konsekuensi dari prosedur – prosedur yang dipergunakan dikelas, padahal ini merupakan soal yang sangat menentukan. Satu – satunya alasan bagi seorang guru berada dikelas ialah untuk mengubah perilaku siswanya. Maka dari itu, pengajaran yang efektif seharusnya didefenisikan sebagai kesanggupan menimbulakan : perubahan – perubahan yang diinginkan pada kemampuan dan persepsi siswa.
Seperti telah ditunjukkan di muka, hakikat pengajaran adalah sedemikian khusus sehingga prosedur yang berhasil secara gemilang bagi seorang guru, mungkin gagal bagi guru yang lain. Bebrapa guru mungkin mahir sekali memimpin diskusi, tetapi bagi siswa – siswa tertentu dan tujuan – tujuan tertentu, diskusi mungkin tidak cocok digunakan. Guru – guru lain yang barangkali terampil metode – metode mengajar yang otoriter mungkin akan memperoleh respon yang tidak memuaskan dari siswanya dengan metode tersebut. Kombinasi sifat – sifat kepribadian yang membentuk seorang guru jelas begitu bervariasi sehingga apa yang cocok bagi seorang guru tidak selalu dapat diharapkan cocok bagi koleganya.
Dengan singkat, konsepsi – konsepsi pengajaran yang beracuan prosedur tidak memadai untuk pengambilan keputusan instruksional oleh guru. Dari pada bertanya “apakah yang hendak saya lakukan ?”, guru harus mengajukan pertanyaan lain, pertanyaan yang berdasarkan model instruksional yang beracuan tujuan.
3.      Model  - Model Instruksional yang Beracuan Tujuan
   Beberapa tahun terakhir ini di negara kita tampak adanya perhatian yang positif, yaitu kewajiban bagi guru untuk memikirkan tujuan – tujuan instruksionalnya secara jelas. Model  instruksional yang beracuan tujuan mula – mula memperhatikan soal perilaku yang seharusnya ditunjukkan oleh siswa pada akhir pengajaran. Setelah perilaku siswa yang diinginkan itu, yaitu tujuan dirumuskan secara spesifik, pemilihan prosedur pengajaran menjadi mudah sekali pada umumnya, jauh lebih efektif. Misalnya saja, jika seorang guru memiliki gambaran yang jelas tentang macam kemampuan akhir siswa tiga minggu proses belajar – mengajar berlangsung ia dapat memberi siswanya kesempatan mempraktekkan perilaku yang konsisten dengan tujuan yang diingikan itu kedalam unit pelajarannya.
Keuntunga utama dari model instruksional yang beracuan tujuan ialah bahwa model itu membantu guru dalam mengadakan pemilihan pendahuluan terhadap kegiatan- kegiatan guru dan siswa yang memperbesar kemungkinan tercapainya tujuan – tujuan instruksional oleh siswa. Keuntungan kedua berangkali lebih penting ialah bahwa model tersebut memberikan kemungkinan kepada guru untuk lambat laun, memperbaiki rencana program pengajaran.
Seorang guru yang mempergunakan model instruksional yang beracuan tujuan memiliki standar yang jelas sekali, yang dapat dipakai sebagai dasar untuk memodifikasi prosedur – prosedur pengajarannya.  Pada umumnya guru, secara spontan, merasa bahwa tugasnya sudah beres setelah pelajaran berakhir.
4.      Model Instruksional
Model ini menitikberatkan pembuatan keputusan intelektual oleh guru sebelum dan sesudah pengajaran dan oleh karenanya, sebenarnya lebih berupa suatu model perencanaan dan penilaian daripada suatu model “prosedur mengajar”.
a.       Menentukan tujuan –tujuan instruksional secara spesifik dalam bentuk perilaku siswa.
b.      Mengadakan penilaian pendahulan terhadap keadaah siswa pada saat ini dalam hubungannya denga tujuan – tujuan instruksional tersebut.
c.       Menilai pencapaian tujuan – tujuan tersebut oleh siswa.
Komponen – komponen utama dari model instruksional dapat dilihat pada bagan dibawah ini.
Rounded Rectangle: Penentuan tujuan – tujuan yang spesifik
Rounded Rectangle: Evaluasi
 





5.      Penentuan Tujuan – Tujuan yang Spesifik
Tujuan – tujuan instruksional di dalam model komponen ini harus dirumuskan secara spesifik dalam bentuk perilaku akhir siswa. Hampir setiap pendidikan mengenai pentingnya penentuan tujuan,tetap akhir – akhir ini pun hanya sedikit yang menganjurkan perlunya dirumuskan tujuan ini secara jelas, yaitu tujuan : bagaimana seharusnya siswa berperilaku pada akhir pengajaran. Model instruksional ini menurut agar tujuan – tujuan tersebut dirumuskan secara jelas dan tegas dalam bentuk perilaku siswa.
6.      Penilaian Pendahuluan
Langkah kedua dari model instruksional ini menuntut agar guru memeriksa kembali perilaku mula siswa. Istilah “penilaian pendahuluan” dipergunakan sebagai pengganti dari “tes – awal” hanya karena “penilain pendahuluan” mencakup macam prosedur penilaian yang lebih banyak daripada hanya berupa tes tertulis. Satu keuntungan nyata dari penilaian pendahuluan ialah bahwa guru dapat mengetahui sudahkah siswanya memiliki jenis perilaku yang hendak dikembangkan.
Suatu keuntungan yang utama dari penilaian pendahuluan yaitu bahwa usaha ini dapat memastikan belum mapunya siswa mencapai tujuan yang dimaksud sebelum pengajaran berlangsung.
Suatu keuntungan tambahan dari penilaian pendahuluan ialah dengan itu guru dapat mengetahui keadaan siswanya satu per satu yang mungkin memerlukan adanya variasi tujuan ataupun prosedur pengajarannya.
7.      Pengajaran
Setelah guru mengadakan penilaian pendahuluan dan barangkali mengubah tujuan – tujuan instruksionalnya, langkah berikutnya yaitu merencanakan progaram pengajaran yang diharapkan dapat mencapai tujuan – tujuan yang dikehendakinya. Prinsip psikologi dapat membantu sekali bagi guru dalam merencanakan program pengajarannya.
Dalam merencanakan program pengajarannya, makin banyak pengalaman guru dalam memilih prosedur pengajaran, makin besar kemungkinan ia mencapai hasil – hasil yang diinginkan. Dalam bab berikut akan dibicarakan berbagai prinsip yang akan memungkinkan guru untuk : 1. Menganalisis tugas – tugas yang harus dipelajari siswa, dan 2. Menciptakan situasi belajar mengajar yang memungkinkan siswa mempelajari tugas – tugas tersebut.
8.      Penilain
Pada hakikatnya tujuan dan penilaian seharusnya sama ; yaitu butir – butir tes seharusnya disusun sesuai dengan jenis perilaku yang ditentukan dalam tujuan.penilaian yang dimaksudkan di sini bukanlah mengenai siswa, melainkan mengenai ketetapan keputusan – keputusan yang diambil oleh guru. Didalam model instruksional yang dianjurkan didalam buku ini, kegagalan mencapai tujuan pada umumnya dipandang sebagai cermin dari ketidak tepatan pengajaran.
Sebaliknya, jika tujuan instruksional dapat dicapai maka guru pantas mendapat penghargaan. Ia seyogyanya memikirkan kemungkinan menambah tujuan – tujuan sehingga yang dapat dicapainya akan lebih banyak lagi. Yang jelas ia harus merasa senang bila tujuan – tujuannya tercapai.

9.      Pusat Perhatian : siswa
Dapat dikatakan secara umum bahwa model instruksional yang dianjurkan ini mengharapkan agar guru menaruh perhatian pada siswa. Suatu model instruksional yang beracuan tujuan merupakan konsepsi pengajaran yang masuk akal. Guru yang lebih terampil melaksanakan tugas ini, itulah guru yang lebih profesional. Maka guru yang kompeten ialah guru yang dapat mempergunakan secara efisien model instruksional yang beracuan tujuan, seperti yang diurahkan pada halaman – halaman berikut.
























BAB III
TUJUAN INSTRUKSIONAL
Sejak awal 1960 ana ada perkembangan yang sangat berarti dalam hal merumuskan tujuan instruksional.
1.      Tujuan yang Dirumuskan secara Operasional.
Seorang guru profesional harus merumuskan tujuanya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur, yaitu; menunjukkan apa yang  dapat dilakukan oleh siswa tersebut  sesudah mengikuti pelajaran. Tujuan yang dirumuskan secara demikian hampir tidak menimbulkan keraguan lagi. Sasaran yang hendak dicapai oleh guru jelas. Hendaknya diperhatikan bahwa kata-kata seperti tujuan jauh (goal) tujuan dekat (objektive), sasaran (aim) dan maksud (intent) digunakan dalam arti yang sama dalam uraian ini. Beberapa penngarang membedakan istilah-istilah tersebut. Misalnya, ada yang menggunakan istilah tujuan jauh(goal) untuk menunjukkan  tujuan umum pengajaran dalam masyarakat, sedangkan tujuan dekat (objektif) digunakan untuk menunjukkan sasaran pengajaran guru dalam kelas.
Ciri pokok dari tujuan instruksional yang dirumuskan secara operasional ialah bahwa respons yang menandakan tercapainya tujuan secara memuaskan diuraikan secara jelas. Kalau tujuan sudah dirumuskan secara tepat, maka seharusnya tidak ada lagi kesulitan dalam menentukan apakah siswa telah mencapai tujuan secara memuaskan atau belum. Sebagai ilustrasi, periksalah ketiga tujuan yang berikut ini:
·         Siswa akan menghargai pentingnya kebebasan berbicara dalam masyarakat yang demokratis
·         Siswa akan dapat memecahkan sepasang persamaan-persamaan simultan yang muat dua variabel
·         Siswa akan mengetahui apa syarat membuat suatu karangan yang baik.
Guru dapat pula menuliskan daftar kata ( sebagian dieja dengan tepat dan sebagian tidak lalu menyuruh siswa memilih kata-kata yang dieja secara tepat. Atau dapat juga guru melafalkan ejaan yang tepat dan yang tidak tepat, lalu minta siswa-siswanya menentukan apakah kata yang bersangkutan dieja ataukah tidak. Mungkin guru dapat menyuruh mereka mengeja kata-kata itu dengan nyaring. Boleh jadi guru mengadakan perlombaan mengeja; mereka diminta saling menilai ketepatan mengejanya. Dengan tujuan yang begitu sederhana ini pun dapat ditemukan berbagai cara untuk membuat menjadi operasional. Tujuan yang komplek pada umumnya menimbulkan tafsiran yang jauh lebih banyak. Karena alasan inilah maka tujuan harus dirumuskan dengan kata-kata yang operasional. Yang dirumuskan sedemikian jelas tergambar; siswa akan betul-betul berperilaku bagaimana, atau dapat berperilaku bagaimana sasudah selesai mengikuti pelajaran.
2.      Perilaku dan Hasil Siswa
Mengenai perilaku siswa, perlu diperhatikan bahwa di situ terdapat banyak kegiatan yang dilakukan oleh siswa yang harus dicatat sewaktu siswa melakukan kegiatan yang bersangkutan.
Perbedaan antara hasil dan perilaku mula – mula mungkin dirasa tidak penting. Tetapi, ada guru yang begitu membatasi perhatiaannya pada apa yang dihasilkan oleh siswa yang dapat diamati dan dapat merupakan petunjuk berharaga untuk menentukan apakah pengajaran guru itu efektif. Dengan mengamatinya, guru dapat secara tepat mengetahui kemampuan siswa untuk bertenggang rasa terhadap pendapat minoritas.
3.      Betulkah Rumus yang Operasional Hanya Menunjukkan Hal – Hal yang Tidak Penting?
Yang dirisaukan oleh banyak guru pada waktu pertama kali menjumpai tujuan yang dirumuskan secara operasional ialah bahwa tujuan – tujuan yang demikian cenderung untuk tidak berati sama sekali. Wajar kalau banyak contoh tujuan yang dirumuskan secara operasional secara relatif tidak penting.
Perumusan operasional memungkinkan guru untuk mengenali tujuan – tujuan yang tidak penting, meniadakannya, dan menggantinya dengan tujuan instruksional yang lebih penting.
4.      Memilih Tujuan Instruksional yang Tepat
Paling sedikit ada dua kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk memilih tujuan instruksional yang tepat  dan penting.telah dikatakan bahwa bilaman sistem instruksional tidak efektif, maka kita tidak perlu terlalu memperhatikan mutu tujuan instruksional.
5.      Preferensi Nilai Guru
Salah satu kriteria yang amat penting dalam memilih tujuan instruksional ialah sistem nilai guru, baik yang menyangkut bahan yang akan diajarkan maupun yang menyangkut perilaku siswa yang diharapkan akan timbul sesudah bahan yang bersangkutan. Hampir setiap guru mempunyai pandangan sendiri mengenai apa yang seharusnya diajarkan dalam mata pelajarannya.
6.      Analisis Taksonomi
Taksonomi merupakan kriteria yang dapat digunakan oeh guru untuk mengevaluasi mutu tujuannya. Salah satu manfaat taksonomi ialah bahwa guru didorong untuk bertanya adakah ia menekankan segi tertentu atau tidak.
Beberapa kritikus memberikan alasan bahwa dengan taksonomi ini perilaku siswa dicoba dipisah – pisahkan menjadi beberapa golongan yang dalam kenyataan tidak dapat dipisahkan. Mereka menyatakan bahwa perilaku manusia bukanlah semata – mata kognitif, juga bukan semata – mata afektif, dan psikomotorik.
7.      Segi Kognitif
Segi kognitif memiliki enam taraf meliputi :
a.       Pengetahuan, mencakup ingatan tentang hal – hal yang khusus atau hal – hal yang umum, tentang metode – metode dan proses – proses. Dalam rangka penilaian tes ingatan hampir tidak menuntut lebih daripada mengingat kembali suatu bahan tertentu.
b.      Pemahaman, taraf ini mencakup bentuk pengertian yang paling rendah;taraf ini berhubungan dengan sejenis pemahaman siswa.
c.       Aplikasi, mencakup abstraksi dalam situasi yang khusus atau konkret.
d.      Analisis, mencakup uraian suatu ide ke dalam unsur – unsur pokoknya sedemikian rupa sehingga hierarkinya menjadi jelas atau hubungan atas unsur men jadi jelas.
e.       Sintesis, mencakup kemampuan menyatukan unsur – unsur dan bagian – bagian sehingga merupakan suatu keseluruhan.
f.       Evaluasi, menyangkut penilaian bahan dan metode untuk mencapai tujuan tertentu.
8.      Segi Afektif
Segi afektif dibagi menjadi lima taraf:
A.    Memperhatikan, taraf ini adalah mengenai kepekaan siswa terhadap fenomena – fenomena dan perangsangan – perangsangan tertentu, yaitu menyangkut kesediaan siswa untuk menerima atau memperhatikannya.
B.     Merespon, taraf ini siswa sudah merespon, respon ini sudah lebih dari hanya memperhatiakan fenomena.
C.     Menghayati nilai, taraf ini tampak bahwa siswa sudah menghayati nilai tertentu.
D.    Mengorganisasikan, dalam mempelajari nilai siswa menghadapi situasi yang mengandung lebih dari satu nilai.
E.     Memperhatikan nilai atau seperangkat nilai.

9.      Segi Psikomotorik
Segi psikomotorik terdii dari lima taraf:
a.       Persepsi, langkah ini bersifat motoris adalah menyadari objek, sifat, atau hubungan – hubungan melalui alat indra.
b.      Set, adalah kesiapan untuk melakukan suatu tindakan atau untuk bereaksi terhadap sesuatu kejadian menurut cara tertentu.
c.       Repon terbimbing. Tingkat ini berfungsi mengembangkan keterampilam motoris.
d.      Respon mekanistis taraf ini siswa sudah yakin akan kemampuannya dan sedikit banyak terampil melakukan suatu perbuatan.
e.       Respon kompleks, taraf ini individu dapat melakukan perbuatan motoris yang boleh dianggap kompleks.




BAB IV
KEPUTUSAN KURIKULER
1.      Kurikulum
Karena kurikulum bersifat subjektif, maka ada kecenderungan bagi sebagian orang untuk mendefinisikan dengan kata – kata yang sukar dipahami.
Kurikulum ialah keseluruhan hasil belajar yang direncanakan dan dibawah tanggung jawab sekolah. Kurikulum menunjukkan hasil pengajaran yang diinginkan.tujuan dan prosedur tidak sukar dibedakan. Pembedaan itu sangat menolong guru dalam merencakan pengajarannya.
2.      Model Pemilihan Tujuan
Model dapat digunakan untuk hampir setiap jenis tujuan dalam hierarki tujuan untuk menentukan tujuan instruksional ,tujuan kurikuler, dll.
3.      Siswa
Kita wajib memiliki gambaran mengenai kemapuan siswa supaya dapat menetukan apa yang kiranya sudah dimilikinya. Guru yang telah berhasil dan merasa puas dengan pengajarannya, kerap kali mempertimbangkan minat siswa dam menentukan apa yang akan diajarkan.
4.      Bidang Studi sebagai Sumber Tujuan
Sejauh ini dengan mengikuti pedoman yang dikemukan oleh Tyler, guru atau pembina kurikulum telah memperoleh tiga perangkat tujuan yaitu yang bersumberkan bidang studi, siswa dan masyarakat.
5.      Tujuan yang Operasional
Langkah terakhir dalam proses pengembangan kurikulum ialah merumuskan serangkaian tujuan dengan kata – kata yang operasional. Pertam jenis perilaku siswa yang diharapkan akan diperlihatkan harus dirumuskan dengan jelas.






BAB V
MENGANALISIS TUJUAN INSTRUKSIONAL
1.      Masalah Mengurutkan
Apabila pengajaran berpusat pada guru, maka pembahan masalah urutun pada umumnya hanya mengenai bahan. Misalnya dinilai tepat jika bahan diurutkan menurut asas – asas berikut ini : dari konkret ke abstrak, menurut krokologi,dari sudah dialami ke yang belum dialami dan sebagainya.
Tentu saja isi mata pelajaran tidak dapat diabaikan sama sekali. Konsep matematis tertentu merupakan prasyarat untuk mempelajari konsep – konsep matematis yang lain. Dan isi mata pelajaran tertentu boleh jadi sudah betul – betul berurutan logis .
2.      Model Gagne
Gagne berpendapat bahwa perilaku kognitif yang kompleks selalu merupakan perpaduan dari tugas – tugas yang lebih sederhana, dan tugas ini perilaku dikuasai lebih dahulu sebelum perilaku yang kompleks itu dapat diperlihatkan. Gagne menyatakan ada beberapa taraf yang bersifat hierarki:
a.       Diferensiasi respon
b.      Asosisi
c.       Diskriminasi ganda
d.      Rangkaian perilaku
e.       Konsep kelas
f.       Prinsip – prinsip
g.      Strategi pemecahan masalah.



3.      Pendekatan Taksonomi
Suatu alternatif terhadap pengurutan tradisional adalah mencoba menyederhanakan analisis perilaku dengan menggunakan petunjuk dari taksonomi kognitif bloom. Kategori pengetahuan mencakup paling sedikit 3 kategori Gagne yang lebih rendah, jadi klasifikasi seteliti model Gagne tidak perlu jika taksonomi kognitif digunakan sebagai pedoman untuk membuat urutan.masalah yang pada hakekatnya bukan perilaku yang dapat diamati itu dan ditambah lagi oleh uraian yang agak verbalistis tentang berbagai taraf menimbulkan kebinggungan dan kekaburan mengenai perbedaan antara taraf yang satu dengan taraf yang lain.



4.      Pendekatan lain
Pengkategorian dan pengklasifikasiaan tugas-tugas dikemukakan suatu sasaran yang lebih mudah di mengerti. Pertama, periksalah daftar tujuan yang sudah terumuskan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati itu, kemudian tentukan nama yang terlalu sukar dicapai oleh siswa. Salah satu cara memecahkan masalah menganalisis adlah dengan mengajukan suatu pertanyaan pada masing-masing tujuan, misalnya apa yang harus dikuasai oleh siswa sebelum ia dapat melaksanakan tugas ini??? 
Tujuan : siswa dapat menguraikan secara tertulis akibat yang timbul apabila bahan kimia tertentu di tambahakan ke dalam campuran bahan kimia lain pada temperatur dan tekanan tertentu.


5.      Ringkasan
Didalam ringakasan terdapat 5 hal yang harus di ingat yaitu:
a.       Menganalisis tujuan menjadi modul yang memuat perilaku dan isinya
b.      Sebagai pedoman gunakanlah model yang sudah tersusun seperti yang di anjurkan oleh Gagne atau Bloom.
c.       Untuk menemukan langkah pertama bertanyalah berulang-ulang
d.      Kenalilah betul-betul persyaratan yang tidak termasuk tanggung jawab pengajaran anda
e.       Bila mana mungkin ujilah secara empiris langkah-langkah yang ditemukan.

6.      Penilaian – pendahuluan
Untuk menentukan apakah tujuan yang telah dipilih untuk kelasnya itu tepat guru seharusnya melakukan penilaian pendahuluan.apabila siswa memperlihatkan nilai yang bagus maka guru berhak bangga dengan prestasi siswanya.

7.      Tujuan – akhir
Sering sekali terjadi waktunya terbuang karena guru mengajarkan keterampilan yang sebenarnya sudah dikuasai siswa maka akan ketahuan andaikata diadakan tes awal maka hasil akhir yang didapatkan oleh siswa akan sangat lah memuaskan. Intinya disini adalah mengadakan tes awal sebagai titik acuan hasil belajar siswa.



8.      Tujuan – antara
Suatu tes awal yang baik harusnya mengecek kompetensi siswa yang berhubungan dengan tujuan-tujuan pembelajaran. Disini guru mengambil peran penting untuk menemukan mana sajakah siswa yang mempunyai suatu keterampilan yang lebih dibandingkan yang memiliki keterampilan yang sedikit dengan cara mengorganisasikan kelompok-kelompok dalam tiap kegiatan pembelajaran.

9.      Perilaku – mula
Di sini tes awal juga mempunyai andil yang baik untuk menentukan hasil belajar dari seorang siswa untuk yang mempunyai keterampilan dalam suatu program belajar atau tidak sama sekali . dimana  setiap kegagalan dalam program pembelajaran harus dinetralisirkan seminimal mungkin agar program pembelajaran berjalan dengan baik.

10.  Tes awal yang formal atau informal
Tes awal yang mungkin semua siswa mendapat kesempatan untuk mengerjakan butir-butir pertanyaan dan mengukur suatu keterampilan sangat lah berguan untuk guru namun tes yang begitu terperinci tidaklah selalu perlu sebab selain tes awal guru juga dapat menilai dari sikap seorang siswa dalam suatu pembelajaran apakah siswa itu berkompeten atau tidaknya dilihat dari aktifnya seorang siswa tersebut. Apabila hanya sedikit saja diantara siswa yang berkompeten maka guru juga dapat membuat diskusi kelompok agar dapat menilai suatu keterampilan yang dimiliki oleh setiap siswa.

11.  Komentar umum
Didalam menyelengarakan tes awal maka guru setidaknya jangan mengumumkan hasil dari te awal tersebut, dikarenakan jika ada dari seorang siswa yang frustasi mendapat nilai rendah sangat lah di pertimbangkan. Jadi seharusnya tes awal dilakukan dengan cara bertahap dengan pertanyaan-pertanyaan yang meliputi bahan mata pelajaran yang bersangkutan sampai nilai dari suatu siswa itu menunjukan hasil yang memuaskan dari tiap tes awal.
Tes awal merupakan hal yang harus dilakukan dikarenakan dari suatu tes awal maka guru dapat merancang tujuan pembelajaran seefektif mungkin agar mendapatkan hasil yang memuaskan dari seluruh siswa.
Ada 2  kegiatan yang harus dilakuakan agar terpenuhi hasil yang bagus dalam program pembelajaran:
a.       Analisis komponen tujuan akhir untuk melihat apa yang harus dilakuakan oleh siswa sebelum ia dapat berhasil dalam program pembelajaran
b.       Adakan tes awal untuk mengukur sejauh mana siswa telah menguasai materi pembelajaran yang tujuan akhirnya adalah program belajar yang efektif dan efisien.









































BAB VI
MERENCANAKAN KEGIATAN INSTRUKSIONAL

1.      Memberitahukan Tujuan
Prinsip pertama yang diperhatikan dalam menyusun program pengajaran ialah prinsip bahwa guru harus memberitahukan kepada siswa perubahan apa yang diharapkan terjadi dalam diri mereka. Tujuan hendaknya diberitahukan kepada mereka dengan bahasa yang tepat dan dapat mereka pahami.
Dalam beberapa hal, terutama yang menyangkuttujuan efektif, kiranya tidak tepat apabila tujuan pengajarannya diberitahukan. Akhirnya guru menyadari bahwa dengan memberitahukan tujuan instruksionalnya, ia menciptakan sejumlah perubahan, bukan saja persepsi siswa, melainkan sering juga pada perilakunya sendiri.
Banyak sedikitnya tujuan yang diberitahukan kepada siswa hendaknya mengingat batas kemampuan pemahaman siswa. Karena guru itu harus menetukan berapa sesungguhnya tujuan yang dapat dipahami siswa sehingga dalam setudi mereka ada pegangan.
2.      Memahami Maksud
Prinsip yang hubungannya erat sekali dengan kegiatan memberitahukan tujuan adalah prinsip memahami. Menurut prinsip ini hendaknya nilai dari apa yang sedang dipelajari ditunjukkan kepada siswa.
Prinsip ini termasuk bidang motivasi dan sudah banyak sekali karangan tentang itu. Banyak guru yang beranggapan bahwa siswa akan secara otomatis tahu bahwa tujuan itu bermanfaat karena mereka telah dipilihkan tujuan tertentu.
Ada beberapa metode untuk menyampaikan prinsip memahami maksud ini kepada siswa:
a.       Metode deduksi menurut metode ini guru harus menjelaskan kepada siswa mengapa mereka harus mempelajari bahan itu.
b.      Metode induksi dalam menggunakan metode ini guru memberi mereka kesempatan untuk memukakan alasan mereka sendiri untuk mencapai tujuan tertentu mungkin ini merupakan konsekuensi dari kegiatan berbagi ide kepada siswa berkat ide mungkin siswa menjadi paham akan nilai dari tujuan yang dikemukakan.

3.      Latihan yang Sesuai
Menurut prinsip ini dalam proses pengajaran guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan tujuan instruksional. Dengan kata yang lebih sederhana guru harus memberikan kesempatan kepada siswa mempraktekkan apa yang dituntut guru sebagai bukti bahwa tujuannya tercapai.

4.      Latihan yang Sama
Pada perilaku ini seruhan guru hendaknya sam dengan suruhan yang akan diberikan. Penggunaan latihan yang sama mengadaikan adanya berbagai pertanyaan lalu guru tinggal memilihnya. Tidak dapat dipastikan berapa banyak latihan yang sama seharusnya diberikan. Kiranya lebih bijaksana bila diberi sebanyak banyaknya daripada terlalu sedikit.
5.      Latihan yang sejenis
Dalam latihan ini dimungkinkan adanya modifikasi baik dalam suruhan guru maupun dalam sifat respon siswa. Siswa dapat diminta melakukan kegiatan intelektual yang sama tetapi dengan cara yang berbeda. Memang ada alsan yang kuat sekali untuk memberi kesempatan melakukan latihan yang sejenis karena dengan ini guru memberikan lebih banyak variasi kepada siswa.
6.      Tahu Hasil
Berhubungan erat dengan prinsip latihan yang sesuai adalah prinsip tahu hasil. Menurut prinsip ini siswa harus diusahakan dapat mengetahui ketepatan responnya segera sesudah ia memberikan respon itu.
Banyak penelitian yang membenarkan bahwa hasil belajar menjadi positif para siswa diberi kesempatan untuk mengetahui benar salahnya repon yang dibuat. Agar guru dapat menerapkan prinsip ini dengan cermat dalam rangka memberikan pekerjan rumah maka kiranya perlu diberikan kunci jawabannya benar atau salah.
7.      Pengajaran yang Dibedakan
Merencanakan program pengajaran yaitu membedakan pengajaran bagi siswa – siswa. Paling sedikit ada dua metode untuk membedakan pengajaran yang pertama; yaitu menyiapkan tujuan untuk berbagai kelompok siswa sehingga kelompok siswa tertentu mendapat tujuan yang berlainan.  Kedua : menggunakan berbagai macam prosedur yang berlainan untuk mencapai tujuan instruksional yang sama.
Apabila guru membedakan prosedur pengajaran maka hendaknya ia memilih prosedur pengajaran yang kiranya sesuai dengan kemampuan, minat, dan prestasi yang telah dicapai siswa – siswa yang bersangkutan.
8.      Pencapaian Tujuan Afektif
Relatif ada pedoman untuk mencapai  tujuan afektif. Pada umumnya guru hanya menunjukkan faktor positif dari mata pelajaran yang bersangkutan, kalau ia mengiginkan respon siswa yang lebih positif.



BAB VII
TRANSAKSI INSTRUKSIONAL

1.      Ceramah
Biasanya guru mencapai tujuan instruksional dengan kata – kata. Setiap penyajian informasi secara lisan dapat disebut ceramah baik formal dan berlangsung selama 45 menit, maupun yang informal dan hanya berlangsung selama lima menit. Ceramah tidak dapat dikatan baik dan buruk, ceramah harus dinilai menurut tujuan penggunaanya. Walaupun ada kelemahan yang menyolok misalnya tidak dapat memberi siswa kesempatan untuk memperaktekkan perilaku yang relevan
Tujuan utama suatu ceramah ialah menyajikan ide. Ceramah memungkinkan si guru menyampaikan topik dengan perasaan.
2.      Perencanaan
Dalam merencanakan ceramah jangan lupa menyusun pertanyaan untuk diajukan kepada siswa. Pertanyaan yang diajukan langsung kepada siswa dapat menolong anda mengukur efektifitas kegiatan belajar siswa.
3.      Penyampaiannya
Penceramah yang baik akan berupaya menggunakan gaya percakapan yang antusiatik.ceramah harus disampaikan dengan suara yang cukup nyaring. Teknik lain yaitu dengan menggunakan gerak badan. Banyak guru yang terpaku di depan meja. Jangan pernah apabila berceramah menggunakan kosa kata yang tida mudah dipahami oleh siswa.
4.      Diskusi
Bentuk penyelengaraan pelajaran yang populer dan yang paling sering digunakan adalah dikusi. Diskusi mengandung unsur demokratis berbeda dengan ceramah, diskusi tidak diarahkan oleh guru.siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan ide – ide mereka sendiri.
Diskusi juga berguna sekali untuk mengubah perilaku afektif siswa secara konkret. Penggunaan diskusi secara terampil memungkinkan pembentukkan sikap dalam suasana kelompok. Maka penggunaan diskusi pada fase pengajaran agaknya tepat. Diskusi selalu membutuhkan banyaknya waktu karenanya topiknya seharusnya cukup penting sehingga penggunaan waktu dapat dipertanggung jawabkan.
5.      Demonstrasi
Ceramah dan diskusi memerlukan waktu tambahan sehingga guru sering mengadakan demonstrasi dikelas. Pedoman – pedoman untuk menyelenggarakan demonstrasi agak sederhana, pertama ; anda harus dapat mengerjakan hal yang hendak anda demonstrasikan. Kedua jika anda mendemonstrasikan suatu prosedur tertentu jangan lupa memberikan petunjuk yang seksama sebelum anda memperkenalkan jalan pintas atau variasi lain.
6.      Rencana pelajaran
Agar funsional rencana pelajaran harus mengandung unsur pokok:
a.       Tujuan , dirumuskan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati.
b.      Alat – alat, jika ada, sebaiknya yang khas bagi pelajaran yang bersangkutan.
c.       Suatu deskripsi tentang kegiatan guru dan siswa serta perkiraan jumlah waktu yang tersedia untuk itu.
d.      Tugas – tugas pekerjaan rumah, jika ada.

































BAB VIII
PENGELOLAAN KELAS

1.      Keberan – Keberan umum
Apa yang terjadi dikelas pada umumnya adalah soal gaya ini terutama berlaku dalam hal persepsi guru tentang kontrol pengendalian. Bag beberapa orang guru dianggap benar benar menguasai situasi kelas apabila mereka dapat mendominasi semua kegiatan kelas itu. Siswa sama sekali tidak diperbolehkan saling memotong pembicaraan bahkan dalam berdiskusi dan kegiatan kelas sifatnya resmi. Bagi guru yang lain dianggap benar – benar menguasai situasi kelas apabila didalam kelas itu terdapat kebebasan bergerak dan berbicara.
2.      Menerapkan Suatu Sistem
Pendekatan terbaik dalam mengelola kelas itu berupa pembuatan keputusan yang direncanakan bukan keputusan spontan yang diambil dalam keadaan darurat. Atasipasi terhadap timbulnya masalah dikelas akan memotong guru terhindar dari dilema seperti itu.
Dalam bahasa non teknis dikatan bahwa gurulah yang menguasai beberapa reinforcer atau ganjaran bagi siswanya. Untuk memutuskan apa yang hendak dilakukan guru harus menetukan alasan mengapa anak itu berbuat demikian.\
3.      Menjelaskan peraturan
Yang terbaik yaitu memberi tahu siswa tentang perilaku manakah yang dipandang baik dikelas anda. Beritahulah kepada siswa batas – batas yang anda tentukan. Kadang – kadang secara tidak terduga siswa mau mematuhinya.
4.      Menjelaskan Penilain Watak
Kaidah umum ialah dalam pengelolaan kelas dan dalam hubungan dengan siswa adalah jangan membuat penilaian negatif tentang watak siswa. Guru jangan sampai meragukan nilai pribadi dari setiap siswanya.
5.      Mendekati
Bila seorang siswa mulai bertingkah satu teknik yang biasanya efektif ialah teknik mendekati. Kehadiran guru dapat membuatnya takut, dan karena itu dapat menghentikannya dari perbuatan yang destruktif,tanpa perlu menegur.
6.      Memberikan Isyarat
Apabila siswa sedang melakukan kenakalan kecil guru dapat memebrikan isyarat bahawa ia sedang diawasi. Isyarat tersebut dapat berupa petikan jari, pandangan tajam, atau lambaian tangan. Isyarat ini akan membantu si pelanggar menegndalikan dirinya.


7.      Mengadakan Diskusi secara Terbuka
Kirannya penggunaan diskusi secara terbuka dapat menolong tingkat kenakalan di kelas.guru dapat membuka diskusi itu dengan mengatakan secara jelas  ia mengetahui adanaya kesulitan dikelas kemudian mengharapkan agar siswa dapat membantu mengatasi kesulitan tersebut.
8.      Mengadakan Analisis
Guru dapat mengurangi masalah yang terdapat didalam kelas apabila mampu melakukan analisis kepada setiap siswa tentang penyebab kenakalan mereka.
9.      Mengimbau
Teknik ini jangan terlalu di sering digunakan mereka akan cenderung untuk tidak mengubrisnya. Karena guru terkesan meminta belas kasihan mereka.
10.  Memberikan Hukuman
Hukuman efektif bagi manusia baik berupa pencabutan hak – hak istimewah ataupun penamabahn konsekuensi negatif. Jangan pernah menguunakan hukuman badan.


  













BAB IX
EVALUASI PENGAJARAN

1.      Merencanakan Tes
Tes seharusnya memungkinkan guru memperoleh data tentang kemampuan siswa dalam mencapai tujuan instruksional. Tes pada umumnya mengukur hasil karya siswa. Tetapi ada juga tes yang lain yaitu tes perilaku.
Tes dapat diselenggarakan dalam kondisi buatan dalam kondisi wajar tetapi kebanyakan tes diselenggarakan dalam kondisi buatan yaitu dengan sengaja guru memberikan rangsangan.
Tes tes dalam kondisi wajar biasanya berupa pengumpulan data yang dilakukan waktu siswa tidak mengetahui bahwa ia sedang tes. Observasi terhadap siswa yang bekerja sama, pemeriksaan terhadapa tata bahasa yang digunakan oleh siswa untuk menulis surat kepada teman temannya.
2.      Pemilihan Butir Tes
Jika hendak menilai pengajarannya dan menilai siswanya maka guru harus memberikan tes yang sama untuk siswanya. Tetapi jiak dia nilai kualiatas pelajaran maka ia tidak perlu berbuat begitu. Tes yang butirnya berbeda dan untuk siswa yang berbeda memungkinkan guru mengetes tujuan yang jauh lebih bermacam- macam dengan butir yang lebih banyak dan dalam waktu yang lebih sisngkat.
3.      Bentuk – Bentuk Tes
Butir tes di golongkan atas dua golongan besar: pertama menuntut jawaban pilihan, sedang yang kedua menuntut siswa menyususn jawabannya sendiri.
4.      Butir – Butir tes pilihan
Butir – butir tes benar salah atau pilihan dua yang jawabannya salah dan benar terhadap pertanyaaan yaitu menyebutkan benar atau salah.
Butir butir tes pilihan berganda : bentu tes lain yang populer yaitu tes pilihan berganda yang bagian pokoknya berupa kaliamat yang belum lengkap atau berupa pertanyaan sedangkan alternatif jawabannya disediakan .




DAFTAR PUSTAKA

W. James Popham dan Eva L. Reaker (2008).Teknik Mengajar Secara Sistematis.(Terjemahan Amirul Hadi. Dkk ). Jakarta: Rineka Cipta.